Translate

Sabtu, November 18, 2023

Porto - Kota Menawan di Portugal

Trip Porto - Jalan - jalan setelah Camino

By: Benediktus Beben


Tanggal 14 Oktober 2022, kami berjalan meninggalkan penginapan kami di Fatima. Hari ini sangat cerah, kami berjalan beriringan menuju ke terminal bis untuk melanjutkan perjalanan ke kota Porto. 

Sebelum camino minggu kemarin,  kami singgah semalam di Porto dan belum menikmati indahnya kota ini, jadi kami memutuskan untuk kembali ke kota Porto menikmati sisa waktu yang kami miliki sebelum pulang ke Indonesia. Sambil jalan kaki, kami masih sempat menikmati suasana Fatima sepanjang jalan yang kami lewati. Suasana di sekitar sanctuary masih kelihatan ramai oleh para peziarah.

Sebelum naik bis, kami sempat sarapan pagi di sebuah cafe di terminal bis dan beli beberapa cendera mata Fatima di toko sekitar. 

Akhirnya bis yang kami tunggu datang juga, dan kamipun duduk sesuai dengan nomor  kursi yang kami dapat. Selamat tinggal Fatima, kota kecil di sudut Portugal tempat para peziarah dunia berkumpul dan berdoa memuji Bunda Maria. Lagu Ave Maria masih terngiang - ngiang di telinga ketika bis mulai melaju  meninggalkan kota ini... 

Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan dari Fatima, kamipun sampai di kota Porto di sore hari. Porto merupakan kota terbesar kedua dan tertua di Portugal setelah kota Lisbon. Luas Porto sekitar  41,3 km² merupakan ibu kota bagian utara dengan kondisi geografis yang bergunung gunung, lengkap dengan sungai dan laut. Porto adalah salah satu pusat Eropa tertua, dan dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1996. 

Iberia


Ketika sampai di kota ini, kami berjalan melewati sebuah jembatan bernama Ponte Dom Luis yang terbentang di atas sungai Douro. Ponte Dom Luis merupakan atraksi utama di kota ini, yaitu jembatan lengkung dari logam berlantai dua yang  menghubungkan kota Porto dan Vila Nova de Gaia, yang merupakan salah satu penghasil anggur terkenal di dunia. 


Karena kami mendapatkan penginapan di Nova de Gaia, kami harus melewati jembatan Ponte Dom luis ini. Kami melangkahkan kaki dengan mata jelalatan ke kiri dan kanan jembatan karena pemandangan yang sangat indah disuguhkan di hadapan kami. 


Bangunan berwarna-warni dengan arsitektur menawan terbentang di sepanjang bukit yang menghadap ke Sungai Douro. Ribeira! Begitulah nama kawasan bersejarah di jantung kota Porto yang dalam bahasa Portugis berarti sungai. Dan seperti namanya, kawasan dengan deretan rumah susun penuh warna itu berada di sepanjang tepi sungai Douro. 

Bagian bawah jembatan merupakan jalur transportasi mobil dan kendaraan lainnya, sedangkan jembatan tingkat 2 merupakan jalur kereta api dan pejalan kaki. Jadi ketika kami berjalan di pinggiran jembatan ini, kami berpapasan juga dengan kereta api yang melintas di atas jembatan ini. Konon katanya Arsitektur jembatan ini sama dengan arsitektur yang membangun menara Eiffel Paris. Make sense juga kalau lihat dari material yang dipakainya sih.



Ternyata letak penginapan kami tidak jauh dari Sungai Douro ini, berada di depan taman dan di pinggir sungai Douro yang bisa kelihatan dari jendela belakang rumah. Kami disambut oleh seorang host yang cantik ketika tiba di penginapan yang dengan ramah mempersilakan kami masuk. 

Benar-benar beruntung bisa mendapatkan tempat nginap yang sangat bagus ini. Jadi selama menginap di sini, kami bisa bolak-balik menikmati keindahan  Sungai Douro dan sekitarnya  sepanjang pagi, siang dan malam hari.

penginapan kami di Nove de Gaia

Pemandangan pagi hari ketika kabut mulai tersingkap cahaya matahari, pemandangan siang hari yang menawan dan pesona malam hari ketika Porto dan Nova de Gaia bermandikan lampu - lampu kota yang menambah romantisnya kota ini.

Masih berkabut

Kesokan harinya, kami berjalan lagi dari Nova de Gaia ke Porto melewati jembatan Ponte Dom Luis yang dipenuhi para pejalan kaki. Beberapa pemain musik jalanan melantunkan lagu-lagu yang memanjakan telinga. Mata tak bosan - bosannya menikmati pemandangan menakjubkan kiri kanan jembatan. 

Duoro River

Kami berjalan terus menyusuri kota Porto menuju sebuah toko buku tua yang sangat terkenal di kota porto bernama  Livraria Lello, yang terletak di dekat University of Porto, tepatnya area Rua das Carmelitas. 

Di depan Livraria Lello

Toko ini terkenal karena arsitektur neo-gothic-nya yang indah, dengan tangga melingkar yang terbuat dari ukiran kayu, langit-langit yang berdempetan, dan rak-rak buku yang berisi buku-buku langka. 

Toko buku tercantik di dunia ini semakin terkenal ketika J.K. Rowling terinspirasi dari berbagai macam hal di toko ini sehingga melahirkan novel yang sangat terkenal di dunia yakni Harry Potter. 

J.K. Rowling mengunjungi toko ini pada 1991, ketika ia tinggal di Porto dan mengajar bahasa Inggris. Toko buku ini menjadi salah satu inspirasi untuk toko buku di Diagon Alley yang ada di novel Harry Potter, sehingga ada satu ruangan di toko buku ini yang khusus berisi buku - buku tentang Harry Potter.

Dari Livraria Lello, kami melewati sebuah Gereja bernama Clerigos atau Igreja dos Clérigos, yang merupakan kompleks bangunan bersejarah dari abad ke-18 yang menjadi salah satu daya tarik utama pariwisata di Porto dan masuk dalam daftar monumen nasional Portugal sejak 1910. 

Torre dos Clerigos

Selain Gereja dan Menara loncengnya yang tinggi bernama Torre dos Clérigos yang bisa dilihat dari berbagai titik kota, kompleks ini juga memiliki museum yang mengoleksi aset budaya dari abad ke-12 hingga 13. 

Igreja Dos Clerigos

Kita terus berjalan melewati lorong - lorong kota Porto dengan pertokoan dan cafe - cafe yang tampak kuno namun asri sampai menemukan bernama Gereja Carmo & Gereja Carmelitas yang merupakan  monumen bersejarah penting yang terletak di kota Porto, Portugal.

Gereja Carmo & Gereja Carmelitas terletak di sudut Praça de Carlos Alberto dan Rua do Carmo, adalah dua gereja di Porto yang berdiri hampir berdampingan. Kedua gereja tersebut dipisahkan oleh sebuah rumah yang sangat sempit (lebar 1 meter) yang masih dihuni hingga tahun 1980-an.


Gaya arsitektur Gereja do Carmo merupakan kombinasi Barok dan Rococo, yang memberikan tampilan penuh hiasan dan elegan. Fasad depan dihiasi dengan detail dan ornamen, menonjolkan portal persegi panjang yang diapit oleh dua patung religius nabi Elia dan Elisa, yang dibuat di Italia.

Sedangkan Igreja dos Carmelitas, di sebelahnya, adalah gereja yang lebih awal yang  dibangun pada pertengahan abad ke-17 dengan bagian luarnya selesai pada tahun 1628. Gereja tersebut adalah bagian dari biara yang sudah tidak ada lagi.

Satu lagi Gereja yang terkenal di Porto adalah Gereja Katedral Porto atau Se porto. Katedral Porto dibangun pada abad ke-12 atas prakarsa uskup pertama kota itu, D. Hugo. Juga dikenal sebagai Gereja Saint Mary of Porto, Our Lady of Porto of Eternal Salvation atau Our Lady of Vandoma, yang menunjukkan pentingnya ibadah Maria di dalamnya.

Katedral Porto

Kami berkunjung juga ke Katedral ini waktu pertama kali datang ke kota Porto sebelum camino Santiago sekalian mau beli paspor camino, tetapi waktu itu hari masih pagi dan gereja masih ditutup, jadi kita hanya jalan di sekitar gereja katedral yang bersejarah ini.

Saking asiknya menikmati keindahan kota ini, tidak terasa hari semakin malam dan lampu - lampu kota sudah mulai dinyalakan. Kami pun meneruskan perjalanan menyusuri indahnya malam di kota Porto, dan melewati lagi jembatan Ponte dom Luis untuk sampai ke penginapan kami.

Douro River di malam hari

Hari terakhir di kota Porto, kami putuskan untuk naik kereta wisata mengunjungi pabrik anggur terkenal di Nova de Gaia. 


Berkunjung ke pabrik wine

Setelah makan siang dan menitipkan tas kami di sebuah agen, kami pun naik kereta wisata menikmati keindahan kota Porto hingga sampai di sebuah pabrik wine di Nova de Gaia. 

titip tas di sini

Kami dibawa tour ke tempat pengolahan dan penyimpanan wine, nonton film tentang pernak pernik pembuatan wine dan jenis-jenis wine sampai dibawa ke sebuah ruangan untuk mencicipi wine produksi pabrik ini. Setelah diberi penjelasan tentang produksi wine dan sebagainya, kami pun bisa mencicipi wine yang sangat enak ini.

Cheeeers

Selesai tour, kami kembali ke tempat penitipan ransel dan bergegas naik kereta menuju airport untuk melanjutkan perjalanan kami, terbang ke kota Paris..


Selamat tinggal kota Porto yang indah dan menawan, kota yang menjanjikan sejuta kenangan setelah kita mengunjunginya.

Sekian dulu cerita perjalanan kami.. sampai jumpa di cerita lainnya. Jangan lupa ikuti perjalanan kami dan follow JEJAK BEN

Terima kasih

Salam sehat selalu

Tuhan memberkati



Paris di Waktu Hujan

Paris, Sepenggal Kenangan

By: Benediktus Beben


Setelah wisata di Kota Porto Portugal, kami melanjutkan perjalanan ke kota Paris Perancis sebagai kota singgah terakhir sebelum pulang ke tanah air. Setelah 3 hari ngubek kota Porto yang menawan, akhirnya kami terbang ke kota Paris dengan maskapai Ryan Air Ryanair FR7474 dari Francisco Sa Carneiro International Airport, Porto (OPO) dan Tiba di Beauvais Tille Airport ( BVA),Paris pada hari Sabtu tanggal 15 Oktober 2022.

Sebelum ngubek kota Paris, saya kutip beberapa ulasan dari berbagai sumber, tentang kota yang sangat terkenal ini. 

Paris dengan luas 105.397 km², terletak di tepian Sungai Seine dan terdiri dari dua pulau yaitu  Île Saint-Louis dan Île de la Cité, yang membentuk bagian tertua kota. Kontur kota Paris pada umumnya datar dengan titik terendahnya 35 meter (114 kaki) di atas permukaan laut. Namun demikian, Paris juga memiliki beberapa bukit, yang tertingi adalah Montmartre pada 130 m (426 kaki).

Paris memiliki iklim laut yang dipengaruhi Arus Atlantik Utara, sehingga kota ini memiliki iklim sedang dan jarang sekali mengalami temperatur tinggi atau rendah. Hujan dapat terjadi kapanpun sepanjang tahun, dan Paris dikenal untuk hujan mendadaknya, sehingga sering dikatakan Kota Paris sangat romantis di kala hujan. Salju juga agak jarang turun di kota ini, kadang-kadang muncul pada bulan terdingin Desember, Januari atau Februari.

Paris telah mengalami berbagai perubahan sejak pertengahan abad ke-19 sampai menjadi kota yang sangat modern seperti saat ini dan menjelma menjadi kota tujuan pedagang, pelajar dan peziarah. Sebagai salah satu kota paling ikonik di dunia, hampir semua sudut tempat yang ada di Paris menarik untuk dikunjungi. 

Sebenarnya, ini adalah kunjungan ke 2 saya dan istri ke kota Paris setelah kunjungan pertama kami di tahun 2016. Tapi kunjungan kali ini sangat terasa berbeda karena lanjutan perjalanan kami setelah Camino Santiago dan bisa lebih lama tinggal di kota ini. Karena persahabatan yang erat antara teman seperjalanan kami Pak Valen dan Bli Putu dengan Bapak Dubes Perancis, kami beruntung bisa singgah di wisma kedutaan Indonesia di Paris.

Setibanya di Airport Paris, kami dijemput oleh staff kedutaan dan malam ini, kami  diijinkan kembali nginap di wisma kedutaan. Paris diguyur hujan hari ini dan sesampainya di wisma, kami disambut dengan sangat ramah oleh Bapak dan Ibu Dubes. Setelah mengobrol sebentar, kamipun istirahat di kamar yang telah disediakan. 

Keesokan harinya, setelah sarapan pagi bersama Bapak dan Ibu Dubes, kamipun minta ijin untuk jalan-jalan di kota Paris. Karena hari hujan, kami diantar oleh Staff kedutaan mengunjungi Versailles, yaitu sebuah château/Istana yang berlokasi di Versailles yang berjalak 19 kilometer arah barat Paris. Sambil berpayung hujan, kamipun mengunjungi tempat ini dengan sedikit kerepotan karena basah dan jalannya agak jauh karena istana ini ternyata sangat luas.

Versailles dibangun oleh Raja Louis XIV, Putra dan penerus Louis XIII. Awalnya Raja Louisb XIV tinggal di Louvre Paris seperti raja-raja sebelumnya tapi kemudian memutuskan untuk memindahkan pemerintah ke luar Paris. Pembanguna Istana Versailles ini menghabiskan waktu 5 dekade untuk memperluas chateau yang dulu menjadi tempat berburu ayahnya. Setelah pembangunan selesai, bangsawan Prancis sering menghadiri banyak acara seremonial di Versailles.

Versailles
Hari ini Paris benar-benar diguyur hujan seharian sehingga kami selalu berpayung fantasi ketika jalan dari tempat satu ke tempat lainnya. 

Setelah dari Versailles, kami mengunjungi PALAIS GARNIER atau disebut dengan Opera Garnier, Opera de Paris, atau the Opera. Sebenarnya hanya berupa gedung opera tua yang bertuliskan Academie Nationale de Musique. Letak Palais Garnier ini berada di Boulevard des Capucines, di 9th arrondissement of Paris. Palais Garnier ini dibangun pada pertengahan abad 19, dan kini masih digunakan sebagai tempat pertunjukan. Bangunan ini merupakan teater ke 13 dari Paris opera atau Opera de Paris yang pertama dibentuk oleh raja Louis XIV sejak tahun 1669. 

Tetapi pembangunan Palais Garnier sendiri atas perintah Napoleon III, melalui Baron Haussman yang mengerjakan proyek rekonstruksi great parisian. Gedung ini dinamakan Palais Garnier karena yang membangun gedung ini adalah Charles Garnier, seorang arsitek yang memenangkan kompetisi untuk membangun gedung ini dan dikerjakan antara tahun 1860-1875.  


Bangunan bergaya neo baroque berhiaskan pilar-pilar marmer dan deretan patung mitologi Yunani kuno di bagian depan bangunan. Patung-patung dan hiasan marmer tersebut, menggambarkan dewa dan dewi Yunani, dan seniman-seniman besar seperti Auber, Beethoven, Mozart dan Rossini.

Dari gedung opera, kami lanjutkan perjalanan mengunjungi LOUVRE, museum terkenal yang memiliki koleksi seni yang paling beragam di dunia. Koleksi-koleksi tersebut meliputi koleksi dari periode zaman kuno hingga abad ke-19 termasuk Mona Lisa dan patung Venus de Milo . Louvre dikunjungi 8 juta orang per tahun, menjadi museum seni yang paling sering dikunjungi di dunia. 

Dahulu, lokasi Museum Louvre merupakan istana kerajaan selama lebih dari dua abad dan Louvre sendiri merupakan benteng yang dibangun di masa pemerintahan Raja Philip II.Pemerintah revolusioner Perancis baru membukanya sebagai museum pada 10 Agustus 1793.


Dilansir History, benteng tersebut ingin dialihfungsikan sebagai istana kerajaan oleh Raja Francis I pada 1546. Francis I yang terkenal sebagai kolektor karya seni itu meminta bantuan arsitek Pierre Lescot untuk mengawasi pembangunan Istana Louvre. Setelah Francis meninggal, raja-raja setelahnya terus memperluas pembangunan Istana Louvre, termasuk Raja Henry II dan Charles IX.

Mereka memperluas pekarangan dan bangunan sampai di masa Louis XIII dan Louis XIV di abad ke-17. Luasnya kini mencapai 60.600 meter persegi. Kedua raja itu juga memperkaya koleksi karya seni di istana. Contohnya koleksi karya seni yang diperoleh Louis XIV dari Raja Inggris Charles I setelah eksekusinya dalam Perang Saudara Inggris. Namun pada 1682, Louis XIV memindahkan istananya ke Versailles, dengan alasan untuk mendapatkan lebih banyak kendali pemerintahan dari kaum bangsawan dan menjauhkan diri dari penduduk Paris. Dengan begitu, Louvre tidak lagi difungsikan sebagai kediaman utama kerajaan. Namun karya seni dan koleksi benda-benda bersejarah masih tersimpan di sana.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan mengunjungi Gerbang kemenangan atau ARC DE TRIOMPHE  yang dibangun pada tahun 1806 oleh Napoleon Bonaparte, setelah kemenangannya di Austerlitz. Bangunan tersebut dibangun dengan tujuan menghormati tentara besar Prancis, Grande Armee, yang dianggap tak terkalahkan saat itu. Ketika itu, Grande Armee berhasil menaklukkan sebagian besar Eropa.Pada tanggal 11 November 1923, seorang pegawai pemerintahan Perancis, Andre Maginot, menyalakan api kenangan abadi di sekitar Arc de Triomphe. Sejak saat itu, api tersebut tak pernah padam sampai saat ini.

Tempat lain yang kami kunjungi hari ini tentu saja Menara paling ikonik di dunia yaitu EIFFEL TOWER  atau Menara Eiffel. Walaupun hujan masih turun, kami senang sekali bisa berfoto di Eiffel di saat hujan. Menara Eiffel sebelumnya bernama Menara Paris merupakan sebuah menara besi yang dibangun di Champ de Mars di tepi Sungai Seine, Paris. Menara ini telah menjadi ikon utama negara Prancis dan salah satu struktur paling terkenal di dunia yang kemudian berubah nama menjadi menara Eiffel  sesuai nama perancangnya, Gustave Eiffel.


Dari Menara Eiffel, kami lanjutkan perjalanan menuju MONTMARTRE  yang merupakan sebuah bukit  setinggi 130 meter, Montmartre dikenal karena Basilica of the Sacré Cœur berkubah putih di puncaknya dan sebagai distrik klub malam. 

Gereja lain yang lebih tua di bukit ini adalah Saint Pierre de Montmartre, yang dianggap sebagai lokasi di mana perintah pendeta Jesuit ditetapkan. Banyak seniman yang mendirikan studio atau bekerja di sekitar komunitas Montmartre seperti Salvador Dalí, Modigliani, Claude Monet, Pablo Picasso dan Vincent van Gogh. Pada saat kami sampai di lokasi ini, hari masih hujan tapi banyak turis berkunjung ke tempat ini. Dari bukit Montmartre ini kami bisa melihat kota Paris dari kejauhan.

Selain tempat-tempat yang kami kunjungi di atas, tentu masih banyak destinasi wisata di kota Paris yang sangat terkenal bagi wisatawan mancanegara yang belum sempat kami kunjungi.

ikut antri di Bouillon Pigalle

Setelah dari Montmatre, kami tutup perjalanan kami makan malam di sebuah restaurant yang katanya terkenal di Paris yaitu BOUILLON PIGALLE yang kebetulan lokasinya tidak jauh dari Montmartre.


Kami harus masuk antrian cukup panjang untuk bisa dapat duduk di restauran ini. Setelah antrian beres barulah tiba giliran kami diantar ke meja makan kami oleh waiter yang ramah.  Boullion yang artinya kaldu rupanya mempunyai sejarah yang panjang di dunia kuliner. 
Dari sebuah ulasan ada tulisan seperti ini:

Ceritanya dimulai pada tahun 1855, ketika seorang tukang daging asal Paris, Pierre Louis Duval, menyajikan hidangan dasar kaldu, atau kaldu dengan sepotong daging di dalamnya, kepada pekerja lokal di pasar sebagai makanan yang murah namun lezat. Ide tersebut memberi jalan bagi kategori restoran baru yang disebut bouillons, yang menyajikan hidangan Prancis yang sudah dikenal seperti daun bawang vinaigrette, beef bourguignon, escargot, pot a feu, dan creme karamel dengan harga terjangkau.


Bouillon menjadi pemandangan umum di hampir setiap wilayah di Paris, dan pada akhir tahun 1800-an, terdapat lebih dari 250 di antaranya yang melayani masyarakat. Interiornya berupa ruang makan besar dan terbuka yang melayani ratusan pengunjung sekaligus dengan perputaran cepat, mirip dengan kafetaria di AS pada periode waktu yang sama. 



Namun pada tahun 1980-an, kaldu hampir punah, dan banyak di antaranya yang tutup karena tren kuliner baru di Prancis, terutama masakan nouvelle, yang menganggap lebih sedikit makanan berarti lebih banyak.



Dalam dunia fesyen dan juga makanan, apa yang baru adalah sesuatu yang lama, dan apa yang lama adalah sesuatu yang baru; Boullion atau kaldu telah kembali populer dalam beberapa tahun ini dan diolah menjadi makanan enak dengan harga terjangkau.

Bon appétit

Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya..

Follow kami di JEJAK BEN

Jangan lupa SHARE, LIKE COMMENT ya

Merci

au revoir